Case Study — Ponica : Urban Farming Collaboration Platform
Sebuah case study tentang hidroponik yang dikhususkan untuk petani dengan pengalaman minim dan tingkat produksi rendah dengan tujuan membantu mereka melanjutkan pertaniannya. Proses desain dilakukan selama 4 minggu dan dilakukan bersama 2 teman saya yakni, Raisa Zahra Fadila dan Radya Amirur Rahman.
The Problem
Ketahanan pangan nasional dan regenerasi petani muda adalah dua masalah rumit yang dihadapi oleh Indonesia. Hal ini diperparah dengan adanya konversi lahan pertanian yang meningkat setiap tahunnya. Salah satu cara untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan cara pertanian urban atau biasa disebut urban farming yang salah satu contohnya adalah hidroponik. Hidroponik dapat menyelesaikan permasalahan pangan di daerah dengan lahan hijau yang sempit. Budaya masyarakat perkotaan yang serba sibuk, menyebabkan pertanian hidroponik yang seharusnya bisa dilakukan oleh setiap kepala di rumah tangga menjadi kebanyakan hanya dapat dilakoni oleh mereka yang benar benar berfokus pada bidang tersebut. Namun jika dilihat lebih dalam, banyak sekali petani hidroponik yang gagal bahkan berhenti dalam menjalankan bisnisnya.
Kebanyakan petani hidroponik di Indonesia mengawali kebunnya dengan modal yang tidak bisa dikatakan banyak. Mereka biasanya membeli 2–4 Instalasi dengan periode tanam yang tidak cenderung variatif. Akibatnya terjadi penumpukan hasil panen ketika masa panen tiba. Banyak sekali pembeli yang menginginkan sistem berlangganan dengan keuntungan tidak perlu repot repot mendatangkan hasil panen dari berbagai kebun. Sayangnya, ketentuan seperti ini hanya dapat dilakukan oleh petani berproduksi tinggi karena mereka memiliki jadwal panen yang cenderung variatif. Di satu sisi, petani pemula dengan tingkat produksi rendah tidak memiliki jejaring yang dapat dimanfaatkan sebagai media penjualan mereka. Biasanya pasar mereka hanya berkutat pada sahabat, teman dan sanak keluarga. Ketika hasil panen yang bersifat bebarengan dipertemukan dengan permintaan yang tidak banyak. Maka hasil panen dari petani ini tidak dapat menjadi sumber dana utama untuk melanjutkan bisnis hidroponik.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara menjualnya ke pengepul. Pengepul memiliki standar kriteria yang tinggi terhadap tanaman yang masuk ke mereka. Hal ini mengakibatkan banyak sekali hasil panen dari petani dengan tingkat produksi rendah ditolak (tidak diambil semuanya). Belum lagi pengepul memiliki harga yang cenderung lebih murah dibandingkan tempat lainnya.
Apabila dirangkum dari uraian tersebut terdapat 2 permasalahan utama yang ingin kami selesaikan :
- Penjualan hasil panen yang sulit bagi petani pemula dengan produksi rendah
- Karakteristik tanaman yang tidak selalu baik sehingga dapat merugikan petani
The Solution
Setelah melakukan berbagai proses desain yang cukup panjang. Kami menggagas sebuah solusi dari kedua permasalahan tersebut adalah :
- Penjualan terkumpul yang permintaannya dapat disediakan bahkan sebelum petani tersebut menanam
- Asisten rekayasa karakteristik tanaman berbasis kecerdasan buatan yang berfungsi membentuk hasil panen dengan karakteristik tertentu dengan cara mengatur benih, PH air, PPM, Intensitas cahaya matahari dengan memperhatikan suhu udara dan cuaca
- Kamera berbasis kecerdasan buatan untuk menemukan permasalahan dan solusi secepat mungkin
Untuk proses pemunculan gagasan akan dijelaskan pada bagian ‘The Process’
The Process
Kerangka kerja desain yang digunakan adalah Design Thinking. Proses dilakukan dalam waktu 4 minggu dengan mengesampingkan fase testing di akhir. Namun kami tetap melakukan beberapa evaluative research untuk mendapatkan feedback secepat mungkin atas kerja yang telah kami lakukan. Berikut merupakan ilustrasi langkah yang telah kami lakukan :
Saya hanya menjelaskan beberapa proses yang penting dan berpengaruh besar terhadap ideasi solusi ini.
Empathize
Pada fase ini dilakukan 4 langkah yang memiliki tujuan masing masing. Pada social media analysis, kami membaca dan mencari permasalahan yang sering dialami oleh user. Kami memilih platform facebook dikarenakan banyak sekali penggiat hidroponik yang berbagi permasalahan, tips, trik hingga penjualan di sana. Kami memilih beberapa grup dan mencatat hal apa yang sering terjadi. berikut merupakan grup yang kami gunakan untuk penelitian
Dari grup tersebut, kami membentuk sebuah sample persona dan yang akan kami uji pada qualitative research. Meskipun penelitian bersifat eksploratori, namun dengan menentukan hipotesis dan sample di awal scope permasalahan yang ingin diselesaikan tidak akan melebar dan dapat mengurangi cost yang lumayan signfikan baik pada waktu dan biaya. Setelah terbentuk beberapa sebuah rencana user research yang berisikan objektif, target/sample, dan pertanyaan, kami melakukan wawancara kepada total 7 orang dengan pembagian 3 normal user (sesuai kriteria) dan 4 extreme user yang berfungsi untuk mendapatkan insight dan inspirasi solusi.
Kami mencatat semua temuan tersebut ke dalam sebuah transkrip bersama yang nantinya dapat dibaca oleh kami semua. Dari temuan temuan tersebut kami membentuknya ke dalam sebuah affinity diagram yang kemudian dianalisis seperti apa peluang yang ada,disusun menjadi sebuah empathy map dan dokumen pendukung lainnya. Pada Affinity diagram tersebut, Insight Kunci dikategorikan menjadi beberapa bidang seperti :
- Feelings : Perasaan yang dialami oleh responden mengenai hidroponik (dari menanam hingga proses panen)
- User Suggestion : Hal yang ingin disarankan oleh responden
- Behaviour : Kebiasaan yang dilakukan oleh responden dalam melakukan aktivitas berkaitan dengan hidroponik
- Technology Literacy : Seberapa paham dia terhadap teknologi
- Motivation : Alasan ia melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hidroponik
- Thoughts : Apa yang dipikirkan oleh seorang responden mengenai hidroponik
- Pain Points : Apa persmasalahan utama yang dirasakan oleh responden
- Quotes : Hal menarik yang diucapkan oleh responden
Kami menmukan sebuah pola, kebanyakan petani hidroponik yang bertahan dan ingin terus melanjutkan pertaniaannya adalah karena mereka benar benar memiliki harapan bahwa dari hidroponik dapat menghasilkan pendapatan (tidak hanya untuk konsumsi pribadi). Alasan tersebut merupakan motivasi utama mereka. Sehingga fokus topik permasalahan yang ingin kami selesaikan di sini semakin mengerucut ke bagian bisnis dari petani hidroponik itu sendiri.
Define
Pada fase ini kami membentuk sebuah empathy map, Customer journey map dan user persona. Kami juga melakukan additional needfinding dengan metode In-depth interview yang bertujuan mencari informasi kosong di dalam ‘puzzle’ case study kami.
Empathy map yang kami gunakan merupakan jenis empathy map agregasi yang berfungsi sebagai petunjuk awal untuk tim kami. Pembuatan Empathy map jenis ini dilakukan dengan memindahkan beberapa temuan kunci yang ada pada affinity diagram kemudian menyelaraskan dengan sample yang sudah kami bentuk. Kebanyakan post it notes pada affinity diagram yang digunakan berasal dari normal user yang telah kami define sebelumnya.
Setelah itu dibentuk customer journey map dan user persona yang jauh lebih spesifik.
Manfaat dari karakteristik atribut yang spesifik dari seorang user persona adalah memudahkan tim desain dalam melakukan ideasi solusi dan prioritas solusi sehingga memangkas waktu dan tenaga yang diperlukan.
Reyhan merupakan nama yang kami sematkan kepada persona kami. Memiliki sifat oportunistik yang membuat dia harus mendapatkan keuntungan dengan usaha minimal dan kemungkinan kerugian yang sedikit. Usianya terbilang muda sehingga ia semangat dalam menemukan hal hal baru dalam aktivitasnya di hidroponik.
Setelah itu kami membentuk 3 buah Point of View yang berfungsi sebagai ‘mercusuar’ kami dalam menentukan arah solusi. POV didapatkan dari proses sebelumnya
Ideate
Pada fase ini dilakukan beberapa proses desain seperti HMW, Userflow (main task), Experience Prototype (berupa testing), dan juga card sorting untuk membentuk suatu Infromation Architecture.
How might we utama pada proses desain kali ini berupa :
Bagaimana cara membuat semua hasil panen petani hidroponikdengan tingkat produksi rendah dapat terjual habis?
Dari HMW utama tersebut muncul beberapa HMW ‘anak’ yang berfungsi untuk melengkapi HMW utama tersebut yakni :
- Bagaimana cara membuat hasil panen memiliki karakteristik sesuai dengan kriteria pasar
- Bagaimana cara membuat alur penanganan yang tepat dan kredibel dalam waktu secepat mungkin.
Sebelum melakukan brainstorming solusi, tim kami membaca beberapa insight menarik dari extreme user yang sekiranya dapat menjadi petunjuk ketika ideasi. Berikut merupakan hasil ideasi solusi tahap pertama :
Dari solusi tersebut kami membentuk sebuah userflow awal yang biasanya dilakukan oleh seorang user dari aplikasi kami. Dari userflow awal, kami membuat userflow experience prototype dengan tujuan menguji apakah solusi yang kami gagas dapat menyelesaikan masalah mereka. Experience prototype diuji secara remote dengan memanfaatkan software online seperti Google Form, Figma dan Whatsapp. Kami menguji kepada 4 responden yang memiliki karakteristik sesuai dengan persona kami. Dari pengujian experience prototype didapatkan informasi yang dipecah menjadi 4 bagian sebagai berikut :
Hasil dari ideasi solusi tahap 2 merupakan solusi yang telah dijabarkan di awal. Kami mengubah chatbot menjadi kamera karena lebih cepat dan responsif. Selain itu daftar permintaan diubah menjadi pengumpulan penjualan bersama dan menyesuaikan hasil additional needfinding kedua yang menyasar juga ke pihak pembeli hasil hidroponik baik ukuran rumah tangga maupun tempat makan.
Userflow direvisi di beberapa bagian menyesuaikan solusi baru yang didapatkan dari insight selama pengujiian sebelumnya. Userflow yang dibuat merupakan flow task utama yang diselesaikan oleh user. Task lainnya seperti pengaturan profil,akun dan lain sebagainya tidak dimasukkan untuk memangkas waktu pengerjaan. Selain itu kami membentuk sebuah sitemap untuk melihat dan mendaftar halaman apa saja yang akan digunakan. Untuk memudahkan pembuatan low fidelity kami melakukan card sorting internal dengan metode closed. Tujuan dilakukan internal adalah mempercepat proses pembuatan information architecture yang tidak perlu menunggu dari pihak ketiga.
Prototype
Fase terakhir pada proses ini dilakukan pada prototype. Prototype yang dibuat merupakan prototype low fidelity dan high fidelity dengan memperhatikan waktu yang disediakan. Kami juga membuat sebuah mini design system pada library figma kami dengan tujuan mempercepat pembuatan high fidelity prototype. Mini design system kami terbuat atas warna, beberapa text-field, 8pt-grid, header page, typography, navigation bar dan beberapa icon.
Prototype low fidelity dibuat menggunakan whimsical dikarenakan terdapat fitur khusus untuk membuat wireframe yang sangat cepat apabila digunakan untuk membuat low fidelity sederhana. Tahap testing yang seharusnya dilakukan di akhir, kami lakukan setelah low fidelity terbentuk agar didapatkan feedback sesegera mungkin untuk membentuk sebuah high fidelity prototype yang baik.
Setelah melakukan testing terhadap low fidelity prototype ditemukan beberapa masalah yang direvisi high fidelity prototype. Feedback dan permasalahan yang didapatkan berupa informasi yang kurang komprehensif, penempatan beberapa visual yang kurang maksimal sehingga membuat user bingung. Feedback tersebut ditindaklanjuti untuk pembuatan high fidelity prototype. Pembuatan high fidelity prototype dilakukan menggunakan figma dan membuat ilustrasi dengan coreldraw. Berikut merupakan tampilan high fidelity pada aplikasi ponica :
Kedepannya masih perlu dilaskukan iterasi kembali mengenai ide gagasan solusi ini agar terbentuk sebuah solusi yang benar benar dapat menyelesaikan permasalahan user.
Sekian case study yang tim kami buat sekiranya dapat memberikan manfaat bagi semuanya. Terimakasih